Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Distanak Sultra, La Ode Muhammad Jabal. Foto: Ist
KENDARI, NOTIFSULTRA.ID - Desa Lalosingi, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara kini menjadi contoh inovasi pengelolaan limbah melalui produksi pupuk organik.
Dengan dukungan Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Sultra, Kelompok Tani Ternak Sari Mekar memproduksi 10 ton pupuk setiap bulan, memanfaatkan limbah eceng gondok dan kotoran sapi.
Distanak Sultra mengungkapkan bahan dasar pengolahan pupuk organik yang dikelola oleh Kelompok Tani Ternak Sari Mekar, binaan mereka.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Distanak Sultra, La Ode Muhammad Jabal, menjelaskan bahwa bahan utama pembuatan pupuk organik ini terdiri dari kotoran sapi, limbah eceng gondok, dan sekam padi.
"Eceng gondok di Desa Lalosingi melimpah dan dianggap tanaman pengganggu, sehingga dimanfaatkan oleh kelompok tani. Prosesnya dipercepat dengan fermentasi menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) yang mereka buat sendiri," ujar Jabal.
Produksi pupuk organik ini kini mencapai lebih dari 10 ton setiap bulan. Peningkatan kapasitas tersebut didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, seperti tambahan bangunan pengolahan pupuk serta alat dan mesin modern.
Meski produksinya meningkat, harga pupuk organik ini masih tergolong murah, yaitu Rp1.000 per kilogram dengan kemasan 40 kilogram. Hal ini disebabkan karena pupuk tersebut belum memiliki izin edar dan merek dagang resmi.
“Izin edar dan merek harus didaftarkan ke Kemenkumham. Prosesnya cukup lama, bisa mencapai 8 bulan hingga satu tahun,” jelas Jabal.
Ke depan, Distanak Sultra berharap produksi pupuk organik ini terus berkembang, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi para petani dan masyarakat setempat.
Laporan: La Ode Andi Rahmat